Bertemu KPK, Pengusaha Jatim Bocorkan Titik Rawan Korupsi

SURABAYA, Kamis (27/7/2024): Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian getol melakukan sosialisasi dan pertemuan dengan para pengusaha, khususnya di Jawa Timur. Kali ini, pertemuan dilakukan dengan sejumlah pengusaha dari sektor properti dan konstruksi, minyak dan gas, kesehatan serta manufaktur pada Kamis (26/7/2024) hingga Jumat (28/7/2024) di Graha Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur.

Beberapa asosiasi pengusaha yang hadir dalam pertemuan tersebut, diantaranya REI Jatim, Himpera Jatim, Apersi Jatim, Hiswana Migas Jatim, Gakeslab Jatim, Apindo Jatim, GP Farmasi Jatim, Gapensi Jatim, Gabpsi Jatim, Inkindo Jatim, Asmindo Jatim dan Gipkabi Jatim. Hadir juga dalam kesempatan tersebut Komite Advokasi Daerah (KAD) Jatim.

Spesialis Antikorupsi Badan Usaha Muda Direktorat Anti Korupsi Badan Usaha Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Ristian Pangarso mengungkapkan, dalam rangka mengimplementasikan program pencegahan korupsi di dunia usaha, diperlukan kontribusi pelaku usaha untuk bersama-sama melakukan pencegahan korupsi demi terciptanya dunia usaha yang bersih.

“Sebisa mungkin pelaku usaha melakukan suap, itu dikurangi. Untuk itu, kami dari Direktorat Anti Korupsi Badan Usaha Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK melakukan dialog pemetaan titik rawan korupsi dengan pelaku usaha. Harapannya, diketahui titik rawan korupsi sehingga disepakati saran perbaikan bersama,” ujar Ristian Pangarso, Surabaya, Kamis (27/7/2024).

Dari pertemuan tersebut, terungkap beberapa fakta yang kerap dilakukan oknum Aparat Penegak Hukum (APH) dan oknum lainnya untuk menekan pengusaha demi mendapatkan imbalan, salah satunya adalah maraknya razia di sektor property dengan melakukan pemanggilan pengusaha oleh APH.

Ketua DPD REI Jatim Soesilo Efendy mengatakan, selama ini pelaku industri properti memang mengalami banyak kendala dan kesulitan, mulai dari perijinan, pertanahan hingga infrastruktur. Belum lagi adanya kavling illegal yang kian marak serta razia yang kerap dilakukan oleh APH.

“Salah satu kendala properti di Jatim adalah pemanggilan oleh aparat penegak hukum. Ibaratnya, ketika kita berkendaraan, kiat kena tilang, dicari sedapat mungkin kesalahan kami yang ujung-ujungnya kami harus melakukan negosiasi,” ungkap Soesilo Efendy.

Sejumlah langkah sudah pernah dilakukan oleh REI Jatim, mulai dari bersurat ke DPP REI yang diteruskan ke Presiden hingga lakukan audiensi dengan Kapolda Jatim. Tetapi kasus razia masih belum terselesaikan hingga saat ini, bahkan bertambah marak. Ada satu pengusaha yang dalam satu minggu dipanggil hingga tiga kali.

“Kedua, soal kavling illegal atau kavling liar. Ini jadi kompetitor. Malah kavling illegal ini lebih enak, mereka tidak dicari, kami yang sudah berijin malah dicari-cari kesalahannya,” katanya.

Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Himpera, Supratno bahwa apa yang diungkapkan Ketua REI Jatim adalah benar adanya. Ia menegaskan bahwa saat ini APH dan ASN tidak memiliki orientasi pelayanan masyarakat.

“Semua disorientasi. Filosofinya sudah berubah menjadi kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah karena dalam mempersulit itu ada value,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa yang juga menjadi titik rawan korupsi adalah di bidang perijinan atau aturan seperti aturan Standar Layak Fungsi atau SLF dalam perijinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan pertanahan seperti aturan Lahan Sawah yang Dilindungi Karena dalam penetapannya tidak berdasar.

“Aturan menuju SLF ini rumit dan berbelit serta berbiaya tinggi. Kami harus menggunakan konsultan dan konsultan ini nanti yang menentukan berapa biaya yang harus kami bayar, setelah mereka melakukan konsultasi dengan petugas. Indikasinya, konsultan itu digunakan untuk menghindari korupsi langsung,” ujar Suprapto.

Begitu juga dengan kasus LSD, untuk mengubah status LSD tersebut butuh biaya mulai dari tingkat daerah hingga di kementerian karena keputusannya ada di pusat. Padahal banyak lahan milik pengembang yang terkena aturan tersebut.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto juga mengamini banyaknya keluhan di lapangan yang disampaikan pengusaha kepada Kadin Jatim. Tindak korupsi menurutnya sangat sulit dihindari ketika pengusaha dihadapkan pada pilihan sulit, misal untuk pengurusan SLF, pengubahan status LSD hingga aturan PBG.

“Di e-katalog pun, menurut teman-teman pengusaha masih belum fair, ada permainan yang terjadi di sana. Oleh karena itu, pertemuan ini menjadi sangat bagus karena dalam rangka pencegahan korupsi, baik pada APBD dan APBN serta pungutan liar,” kata Adik.

Terkait makin massifnya razia yang dilakukan APH, ia mengatakan harusnya aparat penegak hukum tidak serta merta melakukan pemanggilan. Harusnya ada langkah pembinaan atau pencegahan terlebih dahulu.

“Artinya kalau akan melakukan pemanggilan kepada industri harusnya diberi masukan terlebih dahulu harus mengurus ini dan itu dan diberi waktu. Karena pengusaha itu kadang tidak mengerti, khususnya UMKM. Tidak langsung didatangi dan dikasih surat panggilan. Dengan adanya pertemuan dengan KPK ini, kami berhadap ada solusi bagi kami,” pungkasnya.(*)