SURABAYA, Rabu (29/6/2024): Kenaikan harga berbagai bahan
material konstruksi tidak bisa dihindari lagi, mulai dari besi, aluminium,
semen dan lainnya. Hal ini kemudian membuat pelaku industri konstruksi
mengalami kesulitan untuk menekan harga.
"Semuanya naik, besi naik 23 persen hingga 26 persen,
semen juga naik 3 persen hingga 6 persen, aluminium juga sama. Kalau ditotal
kenaikan biaya produksi bisa mencapai sekitar 27 persen," ujar Ketua Umum
Kadin Jawa Timur Adik Dwi Putranto di Graha Kadin Jatim, Surabaya, Rabu
(29/6/2024).
Dengan kondisi tersebut, Adik mendorong pengusaha untuk
berinovasi, mencari alternatif pengganti material dengan kualitas yang baik.
"Kadin sekarang sedang mencari solusi, bagaimana kualitas bangunan terjaga
tetapi biaya produksi bisa ditekan," katanya.
Misalkan dengan mencampur material Eco Processed Pozzolan
(EPP) sebagai pengganti semen. EPP adalah produk yang dihasilkan dari sisa
ampas kelapa sawit yang telah diolah hingga bisa menjadi pengganti semen. Harga
produk ini sangat murah sehingga bisa menimbulkan efisiensi.
"Ini bisa jadi alternatif, tetapi produk olahan sisa
ampas kelapa sawit ini bisa menjadi campuran pengganti semen hanya sekitar 15
persen hingga 20 persen agar kualitas bangunan tetap bagus. Minimal kita sudah
melakukan efisiensi walaupun belum besar. Dan ini bisa dilakukan untuk material
lain dengan catatan kualitas harus tetap terjaga," tambah Adik
Senada dengan Adik, Wakil Ketua Umum Bidang Konstruksi Kadin
Jatim M Rizal mengatakan bahwa langkah ini harus dilakukan karena persaingan
industri konstruksi juga semakin ketat. Banyaknya jumlah perusahaan konstruksi
menyebabkan persaingan menjadi tidak sehat karena saling, harga menjadi sangat
rendah. Aturan pemerintah yang menyatakan bahwa penawaran dibawah 80 persen
dianggap penawaran tidak wajar juga belum bisa diterapkan oleh panitia tender.
"Karena panitia takut ada yang protes, harga yang
ditawarkan lebih rendah kok tidak dimenangkan. Padahal dalam konstruksi sudah
ada hitungan baku yang bisa dijadikan patokan harga wajar dengan kualitas yang
baik," ungkapnya.
Akibatnya, banyak perusahaan konstruksi yang gulung tikar.
Hal ini juga diperparah dengan minimnya proyek pemerintah dan belum
terealisasinya aturan 15 persen porsi daerah di setiap proyek besar.
"Program ayah angkat yang dicanangkan oleh pemerintah
dengan harapan untuk menghimpun kontraktor lokal juga belum berjalan. BUMN-BUMN
pemenang tender dengan nilai proyek ratusan miliar atau bahkan triliunan justru
membentuk anak perusahaan sendiri yang akan mempekerjakannya," aku Rizal.
Disisi lain, aturan relaksasi untuk perpanjangan perijinan
bagi kontraktor juga belum dilaksanakan sehingga banyak kontraktor lokal kecil
yang merasa kesulitan. Dampak selanjutnya, dalam jangka waktu 5 tahun
belakangan, industri konstruksi justru mengalami surut.
Untuk itu, Kadin Jatim meminta solusi terbaik bagi industri
konstruksi, misalnya perijinan, ada relaksasi agar IKM konstruksi bisa lebih
mudah melakukan perpanjang ijin. "Sebenarnya sudah ada Perpres-nya tetapi
sampai sekarang masih belum terealisasi," katanya.
Disisi lain, Kadin Jatim juga berharap penyelenggara proyek
miliki keberanian untuk menerapkan penawaran dibawah 80 persen adalah penawaran
tidak wajar agar harga tidak terlalu timpang hingga persaingan menjadi sehat
dan industri konstruksi menjadi tumbuh kembali," ujarnya.
Sementara itu, dalam kunjungannya ke Kadin Jatim, Selasa
(28/6/2024), Head of Sales EcoOils Indonesia, Kavidasan Kalibaskaran
menandaskan, Eco Processed Pozzolan (EPP) adalah salah satu produk yang
dihasilkan oleh EcoOils Indonesia, perusahaan Malaysia yang sudah berinvestasi
di Indonesia, tepatnya di Dumai Riau dan di Gresik Jatim.
"Di Gresik, produksi EPP bisa mencapai 4 ribu metrik
ton hingga 5 ribu metrik ton per bulan. Dan ini sudah digunakan oleh beberapa
perusahan besar. Kalau di Jatim ada sekitar 5 perusahaan besar yang telah
menggunakan produk ini," pungkas Kavidasan.(*)